Di Kejagung, Pencarian Aktor Utama Tak Kunjung Usai
Jika boleh dikata, saya merasa kesal dan kagum dalam waktu yang bersamaan kepada jaksa muda Pinangki Sirna Malasari. Dia adalah seorang jaksa perempuan yang tidak bisa diragukan lagi "kelicikannya" karena berhasil menipu buron kelas kakap Joko Soegiarto Tjandra untuk memberinya suap hanya karena diimingi dengan jubah kebesaran yang dia pakai dan 10 plan yang terlihat amat meyakinkan.
Bermula dari Joko Tjandra yang selalu berhasil keluar dari jerat hukum sejak tahun 2000 meskipun sudah dijerat dengan dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat atas kasus korupsi pengalihan hak tagih (Cessie) di Bali. Alasan Joko Tjandra bisa terbebas dari jerat hukum pun bermacam, mulai dari kasusnya hanya dianggap sebagai bukan kasus pidana melainkan masalah perdata, kekurangan saksi hingga kurangnya bukti. Namun kasus tersebut kembali dibuka pada tahun 2008 dan di tahun 2009 ketika Mahkamah Agung (MA) akan menjatuhi hukuman 2 tahun kepada Joko Tjandra, kemudian sebelum keputusan itu keluar, Joko Tjandra kabur ke luar negeri. Diduga peninjauan keputusan oleh MA tersebut mengalami kebocoran.
Setelah sekian tahun berlalu lagi, Joko Tjandra kembali eksis ketika diketahui sudah kembali ke Indonesia sejak awal tahun 2020. Tidak hanya itu, Joko Tjandra pun menyuap jaksa Pinangki untuk melakukan pembebasan terhadap kasus yang menjeratnya.
Berbekal jubah kebesarannya miliknya, jaksa Pinangki mulai melancarkan aksinya untuk bermanis-manis dan memberikan janji pembebasan untuk kasus Joko Tjandra dengan 10 plan yang dia buat. Jaksa Pinangki meminta kepada Joko Tjandra uang sebesar US$ 10 juta untuk melakukan perbuatan kotor itu dan baru mendapat US$ 500 ribu sebagai uang muka untuk menunjukkan proposal plan yang dia rencanakan. Namun, ternyata 10 plan itu tak kunjung terlaksana dan berujung dakwaan kasus suap dan pencucian uang kepada jaksa Pinangki.
Namun, dalam dakwaan jaksa Pinangki pada sidang perdana yang dilaksanakan pada Rabu (23/9/2020) lalu menuai banyak kritikan utamanya dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengatakan bahwa dalam dakwaan kasus tersebut banyak kejanggalan-kejanggalan yang garis besarnya adalah pertanyaan mengapa Joko Tjandra yang notabene seorang buron kelas kakap yang sudah bertahun-tahun berhasil keluar dari jerat hukum percaya begitu saja kepada jaksa yang prestasinya biasa saja. Lalu mengapa kejaksaan agung terkesan tidak menelusuri sejauh mana action plan jaksa Pinangki dan siapa saja yang terlibat dalam kasus itu.
Dari penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa dengan catatan kemampuan biasa saja dalam kejaksaan agung, tidak mungkin Joko Tjandra langsung mudah percaya kepada jaksa Pinangki hanya karena jubah kebesarannya adalah jaksa. Diduga Pinangki hanyalah aktris yang melindungi pion-pion aktor lainnya yang juga terlibat dalam perkara sebesar ini, bahkan pejabat kejaksaan agung ada yang sudah disebut-sebut. Istilahnya, membiarkan satu terowongan terbuka sehingga terlihat seperti ada jalan keluar padahal terowongan selanjutnya masih tertutup rapat-rapat.
Dalam dakwaannya pun, jaksa Pinangki rela diduga sebagai pemain satu-satunya dalam kasus ini. Seperti terlihat tidak menyesal, berkat hasil pencucian uang dia bisa membeli barang mewah, jalan-jalan keluar negeri dan merasakan sensasi menjadi aktris hollywood dengan menyewa apartemen Trump seharga Rp 400 juta. Dengan uang sebanyak itu, wajar sih jika dia rela menutupi aktor-aktor yang masih bertopeng.
Mungkin seperti kasus-kasus lainnya, jika ada aktor besar yang bermain di belakang layar, baik institusi maupun intuisi manapun enggan angkat bicara dan memilih bungkam. Memilih bermuka tebal, daripada membuat kebenaran menjadi transparan. Lalu seperti yang sudah-sudah, kasusnya tenggelam seperti kapal yang karam.
Namun saya tetap percaya dan alangkah baiknya setiap warga negara Indonesia khususnya penegak hukum bisa membuat produk hukum berjalan sesuai koridornya. Yang salah tetap salah dan yang benar tetap benar, tidak terjadi pertukaran posisi antara keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar