Postingan Populer

Senin, 08 Juni 2020

Milenial Ambang Batas

Narasi Puisi


Sematan maha tinggi seharusnya menjadikan kita mawas diri, tak membuat kita lupa bahwa jati diri kita adalah untuk negeri dan ilahi.

Betapa banyak keilmuan yang bersanding dengan teknologi, malah membuat kita asyik berselfie ria membanggakan diri.

Lupa bahwa di tangan kitalah masa depan berwujud mata dadu, yang akan berbicara apakah hasilnya akan cerah atau kelam membuat sendu.

Tidak sedikit pemuda yang awalnya begitu gagah, berakhir dengan eksekusi penjara akibat ganja.

Atau mereka yang ingin disebut milenial, harus membeli followers yang harganya tak semurah sereal.

Miris, sangat banyak gelar-gelar dalam selembar kertas bertaburan di jalan, berhasil membuat sesak pada bangsa yang menginginkan majunya peradaban.

Tak seharusnya kita diam dengan setumpuk kegagalan, inilah saatnya kita berjuang untuk masa yang kekal.

Tak selalu stay pada masa lalu yang disesali, jadikan ketertinggalan sebagai bentuk introspeksi diri.

Mari berbenah membangun pola pikir yang intelektual, karena sukses butuh proses layaknya ritual.

Tak perlu terlalu takut dengan pijakan proses yang seringkali jatuh, kita adalah generasi yang menghadirkan semangat dengan utuh.

Menatap masa depan dengan pandang yang optimis, menata hari-hari yang dinamis dengan begitu manis.

Sematkan bangga dan cinta pada negeri, berpijak hati pada genggaman sang ilahi.

Itulah kami, siswa yang kini disemat gelar maha.


***

Bagaimana pendapat kalian tentang Mahasiswa Milenial?

Tukar pendapat yuk ...

Jangan lupa lihat postinganku yang lain yaa ...

https://aksaramalam12.blogspot.com/2020/06/coronavirus.html?m=1

https://aksaramalam12.blogspot.com/2020/06/cerita-mini-genre-horor.html?m=1

https://aksaramalam12.blogspot.com/2020/06/relevansi-teori-behavioristik-dengan.html?m=1

Minggu, 07 Juni 2020

Lawang Sewu

Cerita Mini-Genre Horor


Aku mendengar derap langkah kaki menuju ambang pintu kayu itu. Mendengarnya, aku semakin merunduk di kotak persegi yang kutaksir bisa muat dua orang dewasa di dalamnya. Shit! Kotak kayu ini bener-bener bau. Hingga detik inipun aku tak mengerti kenapa aku bisa terdampar di sini, rumah tua yang aneh. Tak ada dinding, semua terbuat dari kayu dan bambu.

Penerangan pun tak ada. Sempat kulihat sebelum senja berganti malam, tepat di belakang rumah ini adalah hutan.

Langkah itu berhenti di depan pintu. Aku menahan napas, tiba-tiba aku merasa hawa dingin merambat di tubuhku.

Krakkk ...

Pintu kayu ini dibuka secara tiba-tiba. Aku terjatuh.
"Arghh!"pekikku. Kemudian aku mendongak, ingin melihat sosok yang sudah kurang ajar padaku.

Dia menyeringai.

Aku tercekat. Nampak sesosok pria bertubuh kurus dan begitu tinggi, dua kali lipat di atasku. Oh tidak! Giginya bertaring!

Sontak aku mundur, sehingga menabrak kayu itu.
"Aaaaahhh!" aku memekik, ketika sadar bahwa di sekelilingku banyak tulang-belulang dan darah. Pantas saja kotak ini bau. Aku merasa mual seketika.

Sebelum aku bisa mencerna apa yang terjadi, tanganku sudah ditarik paksa oleh pria bertaring itu. Aku di seret tanpa iba menuju tempat yang sama sekali asing bagiku. Tubuhku lecet-lecet dipenuhi luka. Aku sebenarnya ada dimana? Kenapa bisa begini?

Dengan sekali hentakan dia melemparku ke sebuah kolam kecil. Bangsat! Ini kolam darah! Benar-benar bau anyir. Jika saja rasa penasaranku tidak kuat, sudah dari tadi aku pingsan. Tidak, tidak, aku harus tau apa sebenarnya yang terjadi, batinku.

Pria itu mengacungkan tombak padaku. Dia akan membunuhku!

"Ahhhhg!" aku berteriak kencang, sesaat kulihat pria bertaring itu akan melesatkan tombaknya ke arahku.

Namun ...

"Ra ... bangun Ra. Kamu gak papa kan?" Sean menepuk-nepuk pipiku.

Aku membuka mata yang terasa amat berat. "Aku di mana?" tanyaku pada Sean. Kulihat di kiri kananku ada Zola, Cindy dan Bram yang tampak cemas.

"Kita masih ada di Lawang Sewu. Kamu pingsan setelah mengatakan bahwa kamu mendengar nyanyian sinden Jawa, tapi ya sudah. Kita harus cepat-cepat pergi dari sini," Sean memberikan penjelasan.

Aku ingat semuanya. Lalu ...
"Kemana Reno dan Tia?" aku bertanya pada Sean.

Sean tampak bingung untuk menjawab. Kutanyakan hal sama pada teman-teman yang lain. Mereka sama-sama membisu, wajah mereka tampak resah, atau mungkin takutkah?

Tiba-tiba Sean menangis sesenggukan. "Maafin aku Ra. Gak seharusnya aku iseng mengajak kalian kesini. Aku ... aku minta maaf. Udah membuat kalian ada dalam bahaya."

"Aku mengerti, tapi dimana Reno dan Tia?" aku mengulang pertanyaan yang sama.

Bram mengusap wajahnya gusar. "Engg ... mereka sudah ... sudah ... gak ada Ra," Bram akhirnya menjawab ragu-ragu. Kulihat Cindy dan Zola menangis.

Aku makin bingung. "Gak ada gimana maksudnya?"
Kugoncang tubuh Bram yang tak kunjung menjawab pertanyaanku, matanya terlihat sembab.

Sebelum aku dapat jawaban dari teman-teman ...

Bruk!

Kepala manusia  menggelinding di depan kami.

Tia! Kami berteriak histeris.

***

Jika kalian sedang ada di tempat mistis dan menemui berbagai masalah, apa yang akan kalian lakukan?

Komen di bawah yaaa ...

Jangan Takut Corona, Ini Cara Mengantisipasinya

Artikel


Novel Coronavirus atau yang biasa disebut virus corona kini menjadi momok yang menakutkan sejak diumumkan keberadaanya di Wuhan, China (12/2019). Virus ini menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Berdasarkan data dari Worldometers (14/4/2020), jumlah kasus positif corona di seluruh dunia mencapai 1.936.700 orang yang menyebar di 210 negara. Hal ini tentu menimbulkan keresahan dan krisis di berbagai lini sektor kehidupan, utamanya di sektor kesehatan.

Gejala umum yang ditunjukkan seseorang ketika terinfeksi virus corona adalah demam, batuk kering dan mudah lelah. Jika sudah akut, biasanya disertai sesak napas. Namun sekitar 80 persen penderita menunjukkan gejala ringan hanya seperti flu biasa. Sehingga, pasien bisa sembuh hanya dengan meningkatkan imun tubuhnya.

Pemerintah menghimbau masyarakat untuk waspada terhadap virus ini. Namun masih banyak masyarakat awam yang bukannya waspada, tetapi justru ketakutan dan panik berlebih. Sehingga yang terjadi adalah stigmasasi pada orang-orang yang positif corona dan mereka yang menangani  pasien positif corona, seperti pihak dokter dan perawat. Akhirnya yang terjadi adalah krisis sosial, seperti menimbun bahan makanan, menjual masker dengan harga tinggi, hingga penolakan pemakaman untuk pasien positif corona yang meninggal.

Melihat fenomena tersebut, untuk itu jangan takut corona, tetapi tetap waspada dengan melakukan beberapa hal berikut ini:

Jaga kebersihan
Layaknya seperti virus lainnya, virus corona tidak tahan dengan lingkungan yang bersih. Virus corona bisa hinggap di benda-benda, jadi penting bagi kita untuk selalu menjaga kebersihan di area tempat tinggal kita.

Sering-sering cuci tangan
Virus corona rentan sekali terpapar melalui sentuhan tangan pada area wajah. Sehingga penting sekali selalu mencuci tangan untuk mengurangi resiko terpapar melalui sentuhan.

Jaga jarak
Menjaga jarak sekitar satu-dua meter dengan orang-orang di sekitar kita, membantu mengurangi resiko tertular jika ternyata orang yang berada di dekat kita telah terpapar virus tersebut. Diharapkan dengan adanya pembatasan sosial bisa memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Di rumah aja
Dengan tidak keluar rumah, kita sudah mengurangi kontak langsung dengan orang-orang yang kemungkinan telah terpapar virus corona. Kita tetap bisa melakukan hal-hal positif meski hanya di rumah, seperti; membaca buku, menulis, mengikuti seminar online, menjahit masker, olahraga ringan, dll. Kita boleh keluar rumah kok, asal jika ada keperluan mendesak saja ya dan jangan lupa memakai masker.

Memantau persebaran corona
Jangan takut corona, tetapi kita tetap harus waspada. Salah satunya dengan memantau persebaran corona, khususnya di sekitar tempat tinggal kita. Kita bisa mengunjungi website pemerintah daerah yang mencantumkan peta persebaran corona di sekitar tempat tinggal kita.

Setelah tau cara mengantisipasi agar meminimalisasi kemungkinan terpapar virus corona, kita bisa mempraktikkannya dan mengajak keluarga maupun orang lain untuk menerapkan hal tersebut. Virus corona memang bisa menyebabkan kematian, tetapi belum tentu tidak bisa disembuhkan. Jadi, jangan takut corona. Jaga kesehatan, di rumah aja.

Jumat, 05 Juni 2020

Teori Behavioristik-Perkembangan Kognitif Anak

Relevansi Teori Behavioristik dengan Perkembangan Kognitif Anak pada Tahap Praoperasional

Lailatul Khomsiyah
Tadris Bahasa Indonesia, IAIN Madura
Alamat surel: lailofficial99@gmail.com



Abstract:
Behavioristic theory is a learning theory that emphasizes the existence of stimulus and response. Usually in learning, the stimulus given by the teacher is responded by students. This theory prioritizes results-oriented changes in learner behavior. In other words, a person can be said to have learned if he has a pattern of behavior change. These results are obtained from stimuli and responses that form habits that persist for a long time. This stimulus and response relationship is a series of teacher behaviors that are imitated by students, so this behavioristic theory is relevant for children who are entering the preoperational stage in their cognitive development. This is so, because children who are in the preoperational stage tend to imitate the things they see and hear. So we can conclude, that behavioristic theory has relevance to the cognitive development of children at the preoperational stage.
Key word: Behavioristic theory, The cognitive development, The preoperational stage

Abstrak:
Teori behavioristik adalah teori belajar yang menekankan adanya stimulus dan respon. Biasanya dalam pembelajaran, stimulus yang diberikan oleh guru direspon oleh siswa. Teori ini mengutamakan hasil yang berorientasi pada perubahan tingkah laku pembelajar. Dengan kata lain, seseorang dapat dikatakan sudah belajar apabila ia memiliki pola perubahan tingkah laku. Hasil tersebut diperoleh dari stimulus dan respon yang membentuk kebiasaan-kebiasaan yang menetap untuk jangka waktu yang lama. Hubungan stimulus dan respon ini merupakan rentetan perilaku guru yang ditiru oleh siswa, sehingga teori behavioristik ini relevan untuk anak yang sedang memasuki tahap praoperasional dalam perkembangan kognitifnya. Hal ini demikian terjadi, karena anak-anak yang dalam tahap praoperasional cenderung meniru hal-hal yang ia lihat dan dengar. Maka dapat kita simpulkan, bahwasannya teori behavioristik memiliki relevansi dengan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional.
Key word: Teori behavioristik, Perkembangan Kognitif, Tahap praoperasional


PENDAHULUAN
Teori belajar merupakan suatu teori yang mengatur tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara siswa dan guru. Teori belajar juga ditunjang dengan metode pembelajaran, model pembelajaran dan prinsip pembelajaran. Penggunaan teori belajar dengan langkah-langkah pengaplikasian yang benar, materi pelajaran yang tepat dan penyampaian materi yang baik dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami sesuatu yang dipelajari. Pada hakikatnya, proses belajar adalah kegiatan mental yang tidak terlihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi pada seseorang yang sedang belajar tidak dapat dilihat dengan jelas, tetapi hasil dari belajar bisa diamati, yaitu perubahan tingkah laku setelah melakukan proses belajar.
Teori belajar yang menekankan pada perubahan tingkah laku adalah teori belajar behavioristik. Berdasarkan pengertiannya, teori behavioristik merupakan suatu teori psikologi yang berfokus pada perilaku, tidak berdasarkan konstruksi mental, melainkan hasil dari pola kebiasaan. Ciri utama teori belajar behavioristik adalah sikap guru yang aktif, otoriter dan sebagai masukan perilaku. Hal ini karena manusia dianggap makhluk yang pasif dan segala sesuatunya tergantung stimulus yang didapatkannya.
Teori belajar behavioristik melihat belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku setelah adanya stimulus (Zulhammi: 2015). Pandangan behavioristik menekankan adanya masukan yang berupa stimulus dan adanya keluaran yang berupa respon. Teori belajar behavioristik dianggap berlawanan dengan teori kognitif yang menyatakan bahwa belajar adalah proses mental, pikiran yang tidak diamati secara kasat mata. Namun jika diamati lebih lanjut, teori behavioristik yang menjadikan guru sebagai pengendali masukan dan siswa adalah penirunya, mempunyai relevansi dengan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional.
Perkembangan kognitif merupakan teori yang ditemukan oleh Piaget yang ahli dalam bidang psikologi. Perkembangan kognitif adalah proses pertumbuhan berpikir logis dari masa bayi hingga dewasa. Perkembangan kognitif membahas tentang cara berpikir dan berlogika melalui pengalaman dan pengetahuan yang dilengkapi dengan skemata sensomotori dari lahir. Pemikiran itu berkembang secara terus menerus melalui beberapa tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget.
Perkembangan kognitif berlangsung melalu empat tahap, yaitu: tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkrit dan tahap operasional formal. Piaget percaya, bahwa manusia pasti melewati empat tahap perkembangan tersebut, meskipun ada kemungkinan setiap tahap yang dilalui tiap orang berbeda. Setiap tahap yang dimasuki otak manusia sudah cukup matang untuk memungkinkan logika jenis baru (Matt Jarvis, 2011:148).
Relevansi teori behavioristik dengan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional yang dimaksud di awal adalah kecocokan teori behavioristik jika diterapkan pada anak yang berada pada fase perkembangan kognitif tahap praoperasional, yaitu anak-anak yang berumur 1,5-6 tahun. Kecocokan tersebut bisa dilihat dari teori behaviotistik yang menjadikan guru sebagai pengendali masukan dan siswa hanya meniru apa yang dilakukan guru. Begitu juga dalam perkembangan kognitif anak tahap praoperasional, yang memiliki karakter meniru dari apa yang dia lihat dan dengar.
Teori behavioristik mudah diterapkan apabila tepat sasaran dan tepat guna. Maka dari itu relevansi antara teori behavioristik dengan perkembangan kognitif anak tahap praoperasional akan dibahas pada pembahasan berikut ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Teori Behavioristik
Teori belajar behaviorisme adalah sebuah aliran dalam teori belajar yang menekankan perlu adanya perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Artinya, behaviorisme merupakan suatu aliran psikologi yang memandang individu dari fenomena jasmaniah saja dan mengabaikan aspek-aspek mental, seperti kecerdasan, minat, bakat, pemikiran dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Pada hakikatnya menurut aliran behaviorisme, belajar adalah pembentukan hubungan antara kesan yang ditangkap panca indera dengan kecenderungan untuk bertindak atau bisa disebut hubungan stimulus dan respon. Peristiwa belajar dilakukan semata-mata berorientasi pada hasil yang bisa diamati berupa perubahan tingkah laku yang menjadi kebiasaan dan dikuasai oleh pembelajar. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pembelajar dari hasil pengalaman dengan adanya stimulus dan respon. Menurut teori ini, dalam belajar yang terpenting adalah adanya masukan atau stimulus dan keluaran atau respon (Andriyani: 2015).
Behaviorisme merupakan studi tentang perubahan tingkah laku manusia. Untuk itu, fokus utama dalam konsep behaviorisme ini adalah penyebab luar yang menstimulasi dan perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Dalan teori behavioristik, seseorang dianggap telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan tingkah laku akibat stimulus yang didapat (Zulhammi: 2015). Dalan psikologi, teori belajar behavioristik juga disebut dengan teori belajar yang berdasarkan pada perubahan tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisian lingkungan. Artinya, tingkah laku manusia dikendalikan oleh penguatan atau ganjaran dari lingkungannnya.
Menurut Ahmadi (2003:46), teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu: Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan yang bisa diamati. Pengalaman-pengalaman batin dan mental di kesampingkan serta perubahan dan gerak jasmani yang dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme disebut ilmu jiwa tanpa jiwa. Kedua, segala perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks. Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks, seperti mesin. Ketiga, behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dari stimulus dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek keinginan hati. Selain itu guru bersifat aktif dan cenderung otoriter, sebab masukan dikendalikan sepenuhnya oleh guru. Siswa hanya menirukan apa yang dilakukan dan diperintahkan oleh guru, sehingga siswa cenderung pasif dan tidak memiliki pemikiran sendiri.
Salah satu tokoh aliran behaviorisme adalah ivan pavlov (1849-1936 M) yang dikenal dengan karya besarnya, yaitu paradigma kondisioning klasik. Ilmuwan Rusia ini mengembangkan teori tingkah laku melalui percobaan terhadap anjing. Proses yang ditemukan Pavlov adalah rangsangan yang asli dan netral apabila dilakukan secara berulang-ulang dan ditambah dengan unsur penguat akan menyebabkan suatu reaksi. Perangsang netral disebut perangsang bersyarat atau terkondisionir, yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus). Penguatnya adalah perangsang tidak bersyarat atau US (unconditioned stimulus). Reaksi alami atau reaksi yang tidak dipelajari disebut reaksi bersyarat atau CR (conditioned response). Pavlov melakukan percobaan kepada anjing dengan memberikannya makanan disertai dengan pembunyian bel. Sebab melihat makanan, reflek anjing mengeluarkan air liurnya. Penyajian makanan dengan disertai pembunyian bel tersebut dilakukan berulang kali, sehingga anjing tetap mengeluarkan air liur (CR) tiap bel dibunyikan (CS)  meskipun tidak terdapat makanan (US).
Jadi, dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa pembentukan perubahan tingkah laku didapatkan dari hubungan stimulus dan respon. Selain itu, peniruan dari hasil dan pengalaman belajar sebelumnya juga memiliki andil besar dalam pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang dikusai oleh pembelajar.

Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan cara berpikir manusia dari masa bayi hingga dewasa. Berdasarkan teori Piaget, perkembangan kognitif ada empat tahap, yaitu:
1. Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahun
2. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun
3. Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun
4. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas
Piaget mengatakan, bahwa manusia melalui keempat tahap tersebut, meskipun ada kemungkinan setiap tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk memungkinkan logika jenis baru atau operasi (Matt Jarvis, 2011:148). Semua manusia melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda-beda. Jadi mungkin saja seorang anak yang berumur 12 tahun berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada seorang anak yang berumur 11 tahun sudah ada pada tahap operasional formal dalam cara berpikir. Namun urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya (Ratna Wilis, 2011:137).
a. Tahap Sensorimotor
Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan melalui aktivitas motor (Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman, 2008: 212). Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat indera (sensori) dan gerak (motor). Artinya dalam tahap ini, anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat inderanya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan ( Mohd. Surya, 2003: 57).
b. Tahap Praperasional
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal diluar dirinya. Aktivitas berpikirnya memang belum mempunyai sistem yang teroganisasikan, tetapi anak sudah mampu memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda –tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
1. Transductive reasoning, yaitu cara berpikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis
2. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab-akibat secara tidak logis
3. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
4. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia
5. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar
6. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
7. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya (Mohd. Surya, 2003: 57-58).
c. Tahap Operasional Konkrit
Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika (Matt Jarvis, 2011:149-150). Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Ririn, Anis, Sekar), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan boneka yang berambut paling gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “Rambut Ririn lebih terang dari rambut Anis. Rambut Ririn lebih gelap daripada rambut Sekar. Rambut siapakah yang paling gelap?”Anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
d. Tahap Operasional Formal
Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks (Matt Jarvis, 2011:111). Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen. Pada tahap ini, kemampuan berpikir anak berkembang pesat.

Relevansi Teori Behavioristik dengan Perkembangan Kognitif Anak pada Tahap Praoperasional
Relevansi merupakan istilah hubungan atau keterkaitan suatu hal yang satu dengan hal yang lain. Fokus dalam tulisan ini adalah tentang teori yang mendukung hubungan teori behavioristik dengan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional. Seperti yang telah diketahui bahwa teori behavioristik adalah teori yang menekankan perubahan tingkah laku sebagai hasil hubungan stimulus dan respon.
Teori behavioristik memiliki salah satu ciri, yaitu guru bersifat aktif dan otoriter karena guru merupakan orang yang memberikan stimulus dan mengendalikan sepenuhnya sebuah masukan (input), sedangkan siswa bersifat pasif, tidak mempunyai pemikiran sendiri serta hanya meniru apa yang dilakukan dan diperintahkan oleh guru sebagai hasil dari respon.
Kendatipun teori behavioristik seringkali dianggap bertentangan dengan teori kognitif, ciri behavioristik ini masih menunjukkan relevansi dengan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional. Pada tahap praoperasional, dari ciri perceptually bound,  bahwa anak menilai dan melakukan apa yang ia lihat dan dengar. Artinya, ia cenderung menirukan segala hal yang ia lihat dan yang ia dengar. Oleh karena itu di tahap ini pula, anak disebut peniru ulung karena ada pada masa keemasan (golden age).
Relevansi ini bisa kita lihat dari kesamaan antara ciri keduanya. Jadi, teori behavioristik sangat cocok diterapkan pada anak dalam masa perkembangan kognitif tahap praoperasional. Sebab keduanya sama-sama memiliki ciri, bahwa tingkah laku anak yang sedang belajar merupakan hasil tiruan dari sang guru sebagai hasil dari hubungan stimulus dan respon.

SIMPULAN
Relevansi antara teori behavioristik dengan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional mematahkan argumen yang menyatakan bahwa teori behavioristik bertentangan dengan teori kognitif. Hal ini bisa dibuktikan dengan peninjauan ciri dari teori behavioristik dan ciri perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional. Teori behavioristik memiliki salah satu ciri bahwa guru bersifat aktif dan otoriter sebagai pemberi stimulus dan mengendalikan masukan, sedangkan siswa bersifat pasif dan hanya meniru apa yang dilakukan dan diperintahkan oleh guru. Hal ini selaras dengan ciri perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional, dari ciri perceptually bound,  bahwa anak menilai dan melakukan apa yang ia lihat dan dengar.  Artinya, ia cenderung menirukan segala hal yang ia lihat dan yang ia dengar. Oleh karena itu di tahap ini pula, anak disebut peniru ulung karena ada pada masa keemasan (golden age). Dari kesamaan ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori behavioristik memiliki relevansi dengan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional. Sehingga teori belajar yang cocok diterapkan pada tahap perkembangan kognitif tersebut, adalah teori behavioristik.

 DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Andriyani, Fera. 2015. Teori Belajar Behavioristik dan Pandangan Islam tentang Behavioristik. (Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam). Edisi 10.

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Theories Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman. 2008. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana

Jarvis, Matt. 2011. Teori-Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media.

Surya, Mohd. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya

Zulhammi.2015. Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Jurnal Darul Ilmi) Vol. 3.

Artikel ilmiah

Analisis Makna dari Gaya Bahasa (Majas) pada Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku Lailatul Khomsiyah Tadris Bahasa Indonesia, IAIN Madura Ala...