Postingan Populer

Selasa, 15 Desember 2020

Artikel ilmiah

Analisis Makna dari Gaya Bahasa (Majas) pada Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku

Lailatul Khomsiyah

Tadris Bahasa Indonesia, IAIN Madura

Alamat surel: lailofficial99@gmail.com

Abstract:

The analysis that will be presented in this research is about the language style in the form of figure of speech in the short story “a piece of dusk for my girlfriend”, by Seno Gumira Ajidarma. The purpose of this study is to determine the use and types of figure of speech found in the short story. This research uses a stylistic approach. The data of this research are descriptive data in the form of words, phrases and sentences in a short story entitled, “a piece of dusk for my girlfriend”. From the results of this research it can be found that in the short story there are figures of allegory, personification, simile, metaphor and metonymy

Abstrak:

Analisis yang akan dipaparkan pada penelitian ini adalah tentang gaya bahasa yang berupa majas pada cerita pendek “Sepotong Senja untuk Pacarku”, karya Seno Gumira Ajidarma. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penggunaan dan macam-macam majas yang terdapat pada cerita pendek tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan stilistika. Data penelitian ini yaitu data deksriptif yang berupa kata, frasa dan kalimat dalam cerita pendek berjudul, “Sepotong Senja untuk Pacarku”. Dari hasil penelitian ini bisa ditemukan bahwa dalam cerita pendek tersebut terdapat majas alegori, personifikasi, simile, metafora dan metonimia.


PENDAHULUAN

Karya sastra adalah wadah dari seni dengan menunjukkan keindahan lewat bahasa yang menarik, bervariasi dan bersifat imajinatif (Keraf, 2002:115). Selain itu, karya sastra juga menyuguhkan sesuatu yang mungkin belum diketahui oleh pembaca. Sebab karya sastra merupakan wacana yang khas dalam pengekspresiannya, sehingga penggunaannya dalam bahasa memanfaatkan segala kemungkinan yang tersedia, termasuk dalam gaya bahasa.

Bahasa sastra sendiri memiliki ciri bahasa yang mengandung unsur motif dan bermakna konotatif. Sebaliknya, bahasa yang ilmiah dan bermakna denotatif adalah ciri dari bahasa nonsastra. Untuk itu, tujuan dari penggunaan bahasa sastra adalah menonjolkan unsur estetikanya, karena di dalamnya hanya ada unsur motif dan konotatif (Nurgiantoro, 2009:273). Sehingga dari ciri tersebut, bahasa di dalam karya sastra perlu dikaji dalam studi stilistika. 

Studi stilistika adalah sebuah ilmu yang menganalisis penggunaan dan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra (Sudjiman, 1993:3). Sedangkan dalam retorika gaya bahasa dikenal dengan sebutan style. Kata style berasal dari kata Latin stilus, yaitu alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian dalam menggunakan alat ini menentukan jelas tidaknya tulisan pada lempengan tersebut. Ketika bahasa sudah ditentukan oleh keahlian dengan menghasilkan tulisan yang indah, maka style merupakan kemampuan dan keahlian untuk menulis menggunakan kata-kata yang indah (Keraf, 2010: 112).

Dari pengertian tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa gaya bahasa membahas permasalahan tentang diksi dan mencakup semua tingkatan kebahasaan yang menganalisis cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, klausa dan wacana tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Bahkan, nada yang tersirat dalam sebuah kata termasuk persoalan gaya bahasa.

Gaya bahasa kiasan atau yang biasa disebut majas merupakan terjemahan dari figure of speech. Bahasa kiasan disebut sebagai alat memperluas makna sebuah kata atau kalimat dan memberikan efek tidak biasa dengan membandingkan kata atau mengasosiasikan dua hal (Kridalaksana, 1994:85). Dalam pengertian lainnya, majas adalah bahasa kias yang digunakan untuk memperindah kalimat dan bernilai imajinatif, sehingga menimbulkan rasa yang khas (Pradopo, 1985: 104). Macam-macam majas di antaranya adalah simile, metafora, alegori, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdok, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, satire, inuendo, antifrasis, paronomasia.

Di antara macam-macam majas tersebut, ada beberapa majas yang bisa ditemukan dalam Cerpen berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku, yang meliputi majas alegori, personifikasi, simile, metafora dan metonimia. Cerpen tersebut merupakan karya Seno Gumira Ajidarma seorang wartawan, kritikus film penulis cerita pendek, puisi dan esai. Dia dikenal dengan tulisan terselubungnya yang sering memberikan sindiran pada keadaan sosial maupun politik. Maka dari itu, dia sering menggunakan bahasa-bahasa kiasan atau majas dalam setiap tulisannya untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi dari sebuah fenomena sosial. Termasuk dalam Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku. 

Penggunaan bahasa kias seperti diksi senja selalu diulang-ulang dalam Cerpen tersebut. Dalam cerpennya, Seno bercerita dengan menyebut tokoh “si aku” dengan sudut pandang sebagai orang pertama serba tahu, yang sangat gigih untuk menghadiahkan sepotong senja untuk pacarnya yang bernama Alina. Meski harus menjadi buronan polisi, karena dianggap bersalah telah mengambil sepotong senja.

Penggambaran Alina pun, sebagai pacar dati tokoh “si aku” merupakan sebuah kiasan, menjadi perlambang. Sebab makna pacar atau kekasih sangat luas. Bisa jadi arti dari pacar merupakan sesuatu yang dinilai berharga, seperti keluarga atau bangsa. Sehingga “si aku” rela dikejar-kejar polisi untuk mengungkapkan sesuatu melalui perlambang senja.


METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan stilistika yang difokuskan pada teori gaya bahasa kiasan atau majas. Pendekatan yang digunakan dalam stilistika pada penelitian ini dilakukan dengan cara menjabarkan dan menganalisis macam-macam majas, pengertian majas dan menginterpretasikan ciri dari cerita pendek Sepotong Senja untuk Pacarku, yang berdasarkan tujuan estetik dari sebuah karya sastra dalam keseluruhan maknanya. Pendekatan tersebut digunakan untuk mengkaji karya Seno Gumira Ajidarma yang pernah dimuat di Harian Kompas tahun 1993, berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku. Data dalam penelitian ini adalah data deskriptif yang berupa kata, frasa dan kalimat dalam Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku. Sumber data diperoleh dari Harian Kompas tahun 1993. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif-kualitatif.



PEMBAHASAN

Seperti yang sudah dibahas dalam pendahuluan bahwa majas adalah bahasa kias yang digunakan untuk memperindah kalimat dan bernilai imajinatif, sehingga menimbulkan rasa yang khas. Adapun majas yang terkandung dalam Cerpen berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku adalah majas alegori, personifikasi, simile, metafora dan metonimia.

Berikut adalah penjelasan tentang majas yang terkandung dalam Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku, karya Seno Gumira Ajidarma:

Majas Alegori

Majas alegori adalah gaya bahasa yang menceritakan suatu hal dan mengandung kiasan (Keraf, 2010: 140). Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam majas ini, nama-nama pelakunya bersifat abstrak dan tujuan selalu tersurat.

Hal ini dapat dijumpai dalam Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku. Berikut kutipan-kutipannya:

Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja–dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan.

Kukirimkan sepotong senja untukmu Alina, bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik cakrawala.

Kemudian tiba-tiba senja dan cahaya gemetar. Keindahan berkutat melawan waktu dan aku tiba-tiba teringat padamu. “barangkali senja ini bagus untukmu,” pikirku. Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi lantas kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.

Majas alegori digunakan untuk mendeskripsikan sepotong senja yang dicuri oleh si aku untuk Alina yang merupakan pacarnya. Bahkan pencurian sepotong senja ini dijadikan topik utama dalam cerpen tersebut. Dalam gaya bahasanya, si aku menjadikan senja sebagai sebuah perlambang. Si aku mengatakan bahwa sudah terlalu banyak kata-kata tak bermakna di dunia yang ternyata hanya sebuah kesia-siaan saja. Si aku tak ingin menambah kata-kata atau omong kosong yang tak terhitung jumlahnya. Untuk itu, si aku ingin memberikan sebuah pembuktian yang nyata kepada pacarnya. Sehingga oleh si aku, senja dijadikan sebuah perlambang bukti rasa cinta si aku kepada pacarnya. 

Seno Gumira Ajidarma menggunakan diksi senja untuk menggambarkan sesuatu yang indah dan berharga untuk diberikan kepada orang yang paling dia cintai, yaitu pacarnya. Efek penggunaan majas alegori pada kutipan itu adalah estetik. Bisa terlihat jelas dalam kalimat: Kukirimkan sepotong senja untukmu Alina, bukan kata-kata cinta. Kalimat itu terdapat pengulangan bunyi vocal akhir pada klausa Alina dan cinta.

Pada kutipan yang lain, Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampr tenggelam ke balik cakrawala, Seno Gumira Ajidarma menggambarkan senja sebagai harapan yang nyata. Ketika matahari hampir tenggelam dalam malam, senja tetap ada dan bertahan pada langit-langit. Itulah yag dimaksud sebagai harapan.

Seno Gumira Ajidarma juga menggambarkan senja sebagai sepotong harapan yang berani melawan takdir. Itu berarti menanti senja adalah sebuah keberanian, karena masih percaya bahwa akan tetap ada harapan sebelum hari usai dan malam menjadi pekat.


Majas Personifikasi

Majas personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah mempunyai sifat-sifat manusia (Pradopo, 1993: 75). Majas personifikasi disebut sebagai corak khusus dari metafora yang mengiaskan benda-benda mati bisa melakukan sesuatu layaknya manusia yang mampu bertindak dan melakukan sesuatu (Suprianto, 2011:69). 

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan:

Sore itu aku duduk seorang diri di tepi pantai, memandang dunia yang terdiri dari waktu. Memandang bagaimana ruang dan waktu bersekutu, menjelmakan alam itu untuk mataku. Di tepi pantai, di tepi bumi, semesta adalah sapuan warna keemasan dan lautan adalah cairan logam meski buih pada debur ombak yang menghempas itu tetap saja putih seperti kapas dan langit tetap saja ungu dan angin tetap saja lembab dan basah, dan pasir tetap saja hangat ketika kuusapkan kakiku ke dalamnya.

Seno Gumira Ajidarma mengumpamakan ruang dan waktu yang bersekutu seperti sebuah Tindakan yang dilakukan manusia, yaitu “bersekutu”, dapat dilihat dalam kalimat, Memandang bagaimana ruang dan waktu bersekutu, menjelmakan alam itu untuk mataku.


Majas Simile

Majas simile merupakan majas perbandingan yang sifatnya eksplisit (Keraf, 2010: 138). Artinya, bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan sesuatu yang lainnya. Sehingga majas ini biasanya memerlukan kata-kata: seperti, sama, sebagai, laksana, bagaikan, dsb.

Simile dibedakan menjadi dua macam, yaitu simile terbuka dan tertutup. Simile tertutup persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu. Sedangkan simile terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu.

Contoh kutipan sebagai berikut:

Di tepi pantai, di tepi bumi, semesta adalah sapuan warna keemasan dan lautan adalah cairan logam meski buih pada debur ombak yang menghempas itu tetap saja putih seperti kapas dan langit tetap saja ungu dan angin tetap saja lembab dan basah, dan pasir tetap saja hangat ketika kuusapkan kakiku ke dalamnya.

Seno Gumira Ajidarma mengumpamakan semesta seperti sapuan warna keemasan dan laut yang seperti cairan logam.


Majas Metafora

Majas metafora adalah gaya bahasa kiasan yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat, seperti kata bunga bangsa, budaya darat, buah hati, dan sebagainya (Keraf, 2010:139). 

Metafora yang merupakan perbandingan langsung tidak mempergunakan kata seperti majas Simile: bak, bagai, seperti, dsb). Melainkan pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Semisal: orang itu budaya darat, bukan orang itu seperti budaya darat.

Di ujung gorong-gorong,di tempat cahaya putih itu, ada tangga menurun ke bawah. Kuikuti tangga itu. Cahaya semakin terang dan semakin benderang. Astaga. Kamu boleh tidak percaya Alina, tapi kamu akan terus membacanya. Tangga itu menuju ke mulut sebuah gua, dan tahukah kamu ketika aku keluar dari gua itu aku ada di mana? Di tempat persisi sama dengan tempat di mana aku mengambil senja itu untukmu Alina. Sebuah pantai dengan senja yang bagus: ombak, angin dan kepak burung? tak lupa cahaya keemasan dan bias ungu pada mega-mega yang berarak bagaikan aliran mimpi. Cuma saja tidak ada lubang sebesar kartu pos. Jadi, meskipun persis sama,tapi bukan tempat yang sama.

Aku berjalan ke tepi pantai. Tenggelam dalam guyuran alam yang perawan. Nyiur tentu saja, matahari, dan dasat lautan yang bening dengan lidah ombak yang berdesis-desis. Tak ada cottage, tak ada barbeque, tak ada marina.

“Semua itu memang tidak perlu. Senja yang bergetar melawan takdir membiaskan cahaya keemasan ke tepi semesta. Aku sering malu sendiri melihat semua itu. Alina, apakah semua itu mungkin diterjemahkan dalam bahasa?”

Majas metafora terdapat pada kutipan, Tangga itu menuju ke mulut sebuah gua, dalam guyuran alam yang perawan, dan lidah ombak yang berdesis-desis, merupakan gaya bahasa yang menimbulkan kesan estetik dan menimbulkan imajinasi yang kuat.


Majas Metonimia

Majas metonimia berasal dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan, perubahan. Sedangkan onoma berarti nama. Secara istilah, majasa metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena memiliki pertalian yang sangat dekat (Keraf, 2010: 142). Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil temuannya, pemiliki untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, isi untuk menyatakan kulit, dsb. Lebih singkat, majas metonimia disebut sebagai gaya bahasa yang menggunakan nama merk atau atribut untuk menyebut suatu hal.

Sirene polisi mendekat dari belakang. Dengan pengeras suara polisi itu memberi peringatan.

“Pengemudi mobil Porsche abu-abu metalik nomor SG 19658 A, harap berhenti. Ini Polisi. Anda ditahan karena dituduh telah membawa senja. Meskipun tak ada aturan yang melarangnya, tapi  berdasarkan .…”

Dalam kutipan tersebut, Seno Gumira Ajidarma menggunakan diksi Porsche. Hal itu dinilai memiliki nilai yang lebih estetik daripada hanya menggunakan kata mobil. Jadi, kata mobil diganti menjadi Porsche merupakan majas metonimia.


SIMPULAN

Berdasarkan analisis gaya bahasa (majas) yang terdapat pada cerita pendek berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa majas yang terdapat pada Cerpen tersebut, di antaranya adalah majas alegori, majas personifiksi, majas simile, majas metafora dan majas metonimia.

Melalui pendekatan stilistika yang telah diterapkan dan berdasarkan kebiasaan Seno Gumira Ajidarma, bisa dipahami bahwa makna dari cerita pendek Sepotong Senja untuk Pacarku adalah tentang bagaimana keadaan masyarakat sosial pada masa itu. Dimulai dari cerita si aku yang tidak suka terhadap kata-kata tak bermakna atau omong kosong dan janji belaka yang kala itu sudah lumrah dalam masyarakat. Kemudian si aku memutuskan untuk tidak banyak bicara dan memilih jalan pembuktian yang nyata dengan memberikan senja yang indahnya nyata kepada pacarnya, Alina. Senja merupakan perlambang dari kebaikan dan Alina merupakan perlambang dari sesuatu yang dikasihi, seperti keluarga, negara ataupun norma-norma. Namun niat baiknya itu tidak disambut oleh masyarakat karena dianggap sesuatu yang “tabu”. Akhirnya si aku dikejar-kejar masyarakat, bahkan polisi. Masyarakat yang mengejar merupakan perlambang dari masyarakat yang timpang dan polisi yang mengejar adalah perlambang dari pengayom masyarakat yang tidak menegakkan kebenaran. Dalam pelarian, si aku ditolong oleh seorang gelandangan dan menyusuri gorong-gorong yang bau. Hal itu adalah masa-masa sulit bagi si aku, tetapi karena tengah membawa senja di sakunya, dia tetap bertahan dan berjuang hingga keluar dari gorong-gorong dan berhasil membawakan sepotong senja itu pada Alina. Keadaan sulit dalam gorong-gorong adalah perlambang, bahwa siapapun yang berani membawa kebenaran, maka ia akan mengalami masa-masa sulit. Namun, siapa saja yang konsisten terhadap kebaikan, ia akan menuai hasilnya.


DAFTAR RUJUKAN

Ajidarma, Seno Gumira. (1993). Sepotong Senja untuk Pacarku. Dimuat di Harian Kompas.

Keraf, Gorys. (2010). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. (1994). Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Pradopo, Rahmat Djoko. (1993). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudjiman, Panuti. (1993). Bunga Rampa Stilistika. Jakarta: Grafiti.

Supriyanto, Teguh. (2011) Kajian Stilistika dalam Prosa. Yogyakarta: Elmatera Publishing.


Artikel ilmiah

Analisis Makna dari Gaya Bahasa (Majas) pada Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku Lailatul Khomsiyah Tadris Bahasa Indonesia, IAIN Madura Ala...